Di suatu malam, tanpa tanda apapun sebuah badai dengan tiba-tiba datang menerjang sebuah dermaga renta. Dalam satu hembusan mampu mengkoyakkan seiisi dermaga tersebut. Seketika sang dermaga berserakan dan kian muram ditinggalkan sang pemiliknya. Menyadari ia diabaikan sang pemiliknya, gemeretup jantung sang dermaga seketika memuncak namun entah mungkin karena telah lelah ia pun mengurangi laju darahnya hingga keadaan terkendali. Padahal bisa saja sang dermaga menghancurkan sekelilingnya sehancur-hancurnya hingga pemiliknya tak memiliki apapun darinya.
Sang pemilik dermaga malah kian memacu perahunya menjauh. Ia lupa, saat dulu ia memilih sang dermaga untuk dimilikinya. Ia punya andil besar dalam kepemilikan sang dermaga yang kini telah renta dan porak poranda tersebut. Namun sepertinya sang dermaga hanyalah ia anggap sebagai seonggok kumpulan kayu saja. Sebuah benda mati yang bisa ia perlakukan sesuka hatinya. Hanya ia gunakan jika ia ingin melabuhkan perahunya saja. Hanya sementara dan itupun juga kalau ia menginginkannya.
Menyedihkan memang ketika melongok nasib sang dermaga. Sang pemilik bukannya pulang dan memperbaikinya, ia malah menebar janji semata. Dan dengan seenaknya memilih dermaga lain untuk melabuhkan perahunya. Mungkin 1, 2, 3 atau bahkan lebih dermaga lain yang bisa ia gunakan untuk melabuhkan perahunya. Berapa lama ia berlabuhpun sesuka hatinya.
Siapakah yg seharusnya disalahkan, dengan keadaan sang dermaga semakin rapuh, tua bahkan diambang kehancuran? Sang dermaga?? Adilkah apa yang telah dilakukan sang pemilik terhadap sang dermaga, yang meninggalkannya begitu saja?
Sang pemilik dermaga malah kian memacu perahunya menjauh. Ia lupa, saat dulu ia memilih sang dermaga untuk dimilikinya. Ia punya andil besar dalam kepemilikan sang dermaga yang kini telah renta dan porak poranda tersebut. Namun sepertinya sang dermaga hanyalah ia anggap sebagai seonggok kumpulan kayu saja. Sebuah benda mati yang bisa ia perlakukan sesuka hatinya. Hanya ia gunakan jika ia ingin melabuhkan perahunya saja. Hanya sementara dan itupun juga kalau ia menginginkannya.
Menyedihkan memang ketika melongok nasib sang dermaga. Sang pemilik bukannya pulang dan memperbaikinya, ia malah menebar janji semata. Dan dengan seenaknya memilih dermaga lain untuk melabuhkan perahunya. Mungkin 1, 2, 3 atau bahkan lebih dermaga lain yang bisa ia gunakan untuk melabuhkan perahunya. Berapa lama ia berlabuhpun sesuka hatinya.
Siapakah yg seharusnya disalahkan, dengan keadaan sang dermaga semakin rapuh, tua bahkan diambang kehancuran? Sang dermaga?? Adilkah apa yang telah dilakukan sang pemilik terhadap sang dermaga, yang meninggalkannya begitu saja?
Wrote by Feriyana Sari