THE LAST BARONGSAI: Mengungkap Tradisi Yang Hampir Terlupakan


"Ada banyak hal yang lebih berharga dari pada uang."



Yuuup,,film The Last Barongsai ini mampu menyentil kita untuk tidak mendewakan uang. Uang memang penting dalam kehidupan kita. Namun ternyata masih banyak yang lebih berharga daripada uang. Salah satunya adalah Tradisi.

Film The Last Barongsai besutan sutradara Ario Rubbik ini banyak mengandung  pelajaran yang kita dapatkan salah satunya adalah toleransi beragama. 

Ada begitu banyak tradisi di sekitar kita, tradisi negara kita yaitu Indonesia. Bagaimana caranya melestarikan tradisi yang begitu banyaknya? Bagaimana caranya melestarikan tradisi Indonesia yang sangat banyak itu?

Ada banyak cara untuk melestarikan tradisi Indonesia. Kita dapat memulainya dengan melestarikan tradisi kita masing-masing dan barulah tradisi yang terdekat dari kita sesuai dengan kemampuan dan keahlian kita.

Untuk tujuan itulah Karnos Film mencoba membuat film dengan latar belakang tradisi tionghoa di Tangerang atau lebih disebut dengan Cina benteng.

"Ide pembuatan film The Last Barongsai muncul saat H. Rano Karno sedang kampanye pencalonan menjadi wakil gubernur Banten di derah Cikupa melihat ada sebuah rumah dengan ornamen Tionghoa yang kental", tutur Suti Karno. Rumah tersebut dijaga keasliannya oleh penghuninya, padahal anak-anak dari keluarga tersebut menuntut ilmu di luar negeri. 

Singkat cerita, rumah tersebut dijadikan tempat untuk shooting film The Last Barongsai. Film ini menceritakan tentang kehidupan keluarga Cina benteng. Cerita ini berawal dari Aguan karakter yang diperankan oleh Dion Wiyoko yang mendapatkan beasiswa kuliah di Singapura. 

Dengan latar belakang ekonomi yang kurang, untuk memberangkatkan Aguan ke Singapura sang ayah yang diperankan oleh Tyo Pakusadewo bekerja keras mendapatkan uang dengan membuat mebel. Namun ternyata usaha sang ayah selalu menemui jalan buntu. Dan permasalahan kian mengalami dilema disaat yang bersamaan sang ayah mendapatkan undangan lomba barongsai. 



Sejak sosok ibu dalam keluarga tersebut meninggal, semua kegiatan barongsai dan peralatannya tersimpan rapat-rapat. Seakan kematian sang ibu diakibatkan oleh barongsai. Hingga surat undangan lomba barongsai yang datang setiap tahunnya selalu di sembunyikan sang ayah dari pengetahuan anak-anaknya.

Aguan harus memilih antara masa depannya ataukah tradisi. Dalam kebimbangannya, dukungan yang dibutuhkan Aguan malah semakin tak ia dapatkan. Ayah, adik hingga pacarnya yang diperankan oleh Furry Citra hanya menganggap permasalahan yang dihadapi Aguan hanya semata uang saja. 

Naaaah,,penasaran bagaimana akhirnya? Aguan berhasil kuliah di Singapura atau tidak? Yuk, nonton film The Last Barongsai. Jangan lupa tanggal 26 Januari 2017 di bioskop terdekat kesayangan anda.

Share:

3 komentar

  1. Film keluarga ini,b Isa di tonton sama anak-anak.

    ReplyDelete
  2. wahhh pasti bimbang ini.. sama euy pernah ngalamin...jadi penasaran

    ReplyDelete
  3. Yahh udah kelewat dong ya 26 Januari hiks hiks telat. Kayaknya bagus nih film secara jarang sekali film Indonesia yang mengangkat sebuah tradisi

    ReplyDelete

Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk mampir dan memberikan komentar di feriyana.com. Ditunggu lho, kunjungan dan komentar berikutnya.